Rabu, 04 Desember 2013

LEDAKAN PENDUDUK JANGAN JADI PETAKA

Pada tahun 2040, jumlah penduduk usia produktif Indonesia diprediksi mencapai angka 60% dari jumlah penduduk keseluruhan. Jangan terjadi sifat produktif itu hanya melekat pada usia,sedangkan dari sisi sumber daya menjadi beban yang justru menjadi malapetaka bagi bangsa.
Demikian disampaikan Rektor Univesitas Pendidikan Indonesia Bandung Sunaryo Kartadinata saat menyampaikan pemaparan pada Lokakarya Kajian Sistem Ketatanegaraaan Indonesia ; Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Bandung, Selasa (12/11/2013). Kegiatan yang diselenggarakan Majelis Permusyawaratan Perwakilan Republik Indonesia dan UPI itu juga dihadiri wakil ketua MPR Lukman Hakim Syaifudin.

Menurut Sunaryo, berbagai pihak harus mengantisipasi agar ledakan jumlah penduduk usia produktif benar-benar menjadi bonus demogratif. “Kuncinya adalah kecakapan untuk memuliakan bangsa. Harus ada perubahan mendasar dari kultur dan pola pendidikan masyarakat. Mereka tidak lagi berposisi sebagai instrument, tetapi benar benar subjek. “ kata Sunaryo.
Ia mengungkapkan, pendidikan menjadi kunci penting pembentukan kembali karakter bangsa. Ke depan, guru atau pendidik harus benar – benar menjadi sosok the whole learner. “Seorang pendidik yang memahami secara holistik materi-materi pembelajaran. Ini tantangan bagi guru dan lembaga pendidikan guru untuk menjaga agar pendidikan karakter,soft skill, dan aspek terkait tidak berjalan dikotomis dengan proses pendidikan itu sendiri”. katanya.
Pendidikan karakter harus menjadi system pembelajaran yang utuh dan berkelanjutan. Harus ditegaskan kembali, pendidikan jangan berorientasi dengan hasil, tetapi proses. Sebab, karakter tidak bisa dibentuk secara instan, melainkan proses internalisasi nilai-nilai yang berproses secara  berkelanjutan . Harus ada proses yang tidak bisa didangkalkan.”ujarnya.
Lukman Hakim Syafiudin mengatakan, saat ini bangsa secara keseluruhan merasa sama-sama kehilangan Pancasila. Satu hal penting yang menjadi acuan bersama dalam menjalani kehidupan berbangsa dalam kondisi sangat majemuk dari berbagai aspek.
Berbagai inkonsistensi kehidupan berbangsa dari nilai-nilai bersama dalam Pancasila selama rezim pemerintahan Orde baru,kata dia, membuat sebagai kalangan Pancasila diidentikan dengan rezim atau penguasa. “Padahal, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sangat luar biasa dalam merekatkan spirit kebangsaan dalam kemajemukan hidup berbangsa kita saat ini dan masa mendatang,”ujarnya.
Saat ini, diakui Lukman, tidak ada lembaga yang secara formal bertugas menyamakan kembali nilai-nilai acuan bersama kehidupan berbangsa itu.

Sumber : Pikiran Rakyat ( Rabu 13 November 2013)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Facebook Digg Favorites More