Jakarta -
Komisi I DPR RI menilai jumlah operator telekomunikasi di Indonesia sudah
terlalu banyak dan membuat kualitas jaringan yang diterima pelanggan jadi
menurun karena kurangnya spektrum frekuensi yang memadai.
"Saya melihat jumlah operator di Indonesia terlalu banyak. Di luar negeri saja cuma tiga, maksimal empat operator. Perlu penyederhanaan dalam rangka efisiensi penggunaan frekuensi dengan meminta yang kecil bergabung dengan yang besar," imbau Tantowi Yahya, Anggota Komisi I DPR saat berbincang dengan detikINET, Senin (24/6/2013).
Sementara di Indonesia, ada 10 operator telekomunikasi yang beroperasi, dan mayoritas didominasi kepemilikan asing. Seperti diketahui, 35% saham Telkomsel dikuasai Singapore Telecom (SingTel) dari Singapura, Indosat 65% dikuasai oleh Ooredoo (dulu bernama Qatar Telecom), dan XL 86,49% sahamnya dikuasai oleh Axiata dari Malaysia.
Sedangkan Hutchison Tri Indonesia 65% dikuasai oleh Hutchison dari Hong Kong, dan Axis sebagai operator seluler terbesar kelima di Indonesia 84% sahamnya dikuasai oleh Saudi Telecom Company (STC) dari Arab Saudi dan sisanya dikuasai oleh Maxis Communication Berhad dari Malaysia.
"Itu yang harus diatur dengan Peraturan Menteri agar tidak terjadi penumpukan kepemilikan. Inilah saatnya bagi pemerintah untuk membenahi sektor ini, bisnis yang sangat menguntungkan di atas penderitaan konsumen. Kualitas telepon dan internet di Indonesia menurut saya satu dari paling buruk di dunia," sungutnya.
Banyaknya investor asing dalam kepemilikan operator di Indonesia juga membuat frekuensi sebagai sumber daya alam terbatas tidak menjadikan telekomunikasi Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri.
"Telah terjadi oligopoli frekuensi telekomunikasi di Indonesia saat ini, dan sebagiannya oleh perusahaan asing," sesal Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq.
Disarankan olehnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) harus melihat sektor telekomunikasi sebagai hal strategis dan berdimensi keamanan nasional.
"Diperlukan regulasi ketat dan proteksi terhadap penggunaan frekuensi. Jangan pendekatannya murni bisnis korporasi," tegasnya.
Seperti diketahui, Indonesia memang tengah mengalami krisis kekurangan sumber daya frekuensi. Contoh nyatanya dalam penyelenggaraan layanan pita lebar seluler 3G dan sebentar lagi 4G berbasis LTE.
Kekurangan resource yang memadai untuk frekuensi ini pada akhirnya membuat operator yang ingin menggelar ekspansi jaringan jadi terhambat. Untuk penataan ulang pita 3G saja sangat sulit dilakukan, apalagi untuk menghadirkan sumber daya frekuensi baru.
Alhasil, wacana untuk merger, akuisisi, hingga konsolidasi mulai menjadi topik hangat di industri telekomunikasi. Selain itu, wacana network sharing juga akan menjadi pembahasan yang cukup menarik.
Topik mengenai hal ini juga akan dibahas dalam diskusi interaktif bersama Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos Informatika Kementerian Kominfo Muhammad Budi Setiawan, Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Alex Janangkih Sinaga, beserta para CEO dan direksi operator.
Pembicara utama lainnya yang juga hadir, antara lain Presiden Director & CEO Indosat Alexander Rusli, Presiden Director & CEO XL Axiata Hasnul Suhaimi, dan Director & Chief Marketing Officer Bakrie Telecom Eka Anwar.
Menurut yang saya ketahui memang sangat banyak operator - operator yang ada di indonesia yang bersaing dalam memikat pelanggan agar memilih produk yang dikeluarkannya sampai bahkan tidak sedikit juga para operator mempromosikan produknya dengan membayar artis atau aktor terkenal hanya untuk mempromosikan di media televisi maupun media lainnya untuk menarik pelanggan agar tertarik dengan produk atau bonus - bonus yang ditawarkan para provider atau bahkan banyak juga para provider yang perang urat saraf hanya untuk membandingkan dengan operator lainya dengan cara menjelek-jelekan provider lain yang seharusnya tidak perlu dilakukan hal tersebut.
Sumber : http://inet.detik.com/read/2013/06/24/135919/2282384/328/terlalu-banyak-dpr-desak-operator-merger?i991101105
25-6-2013 8.07 PM
0 komentar:
Posting Komentar