Selasa, 25 Juni 2013

Operator Berbagi Jaringan, Apa Bisa Adil?



Jakarta - Topik soal berbagi jaringan jadi pembicaraan menarik dalam diskusi interaktif antara para pengambil keputusan di industri telekomunikasi. Ada yang pro, tentu juga ada yang kontra.

Indosat dan XL Axiata, misalnya. Keduanya setuju jika berbagi jaringan dengan network sharing bisa mulai dilakukan tahun ini. Sementara Telkomsel selaku penguasa pasar jelas masih resisten. Lalu bagaimana tanggapan Kementerian Kominfo selaku pelindung industri?

Kalau menurut Director & Chief Wholesale Infrastructure Indosat, Fadzri Sentosa, trafik data di Indonesia setiap tahunnya tumbuh dua kali lipat. Sementara, kapasitas yang mampu ditambah operator setiap tahunnya hanya 28% saja.

"Sampai 2017 mendatang trafik data akan terus tumbuh hingga lima kali lipat, yang ada kita under supply, lonjakan data tidak bisa dipenuhi dengan baik. Akibatnya, kualitas jaringan yang diterima pengguna bisa terus menurun," kata Fadzri dalam acara IndoTelko Forum di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (25/6/2013).

Lalu bagaimana antisipasinya? Menurut Fadzri, ada dua solusi yang bisa diambil. Pertama, penyediaan frekuensi tambahan melalui refarming supaya tidak perlu tambah banyak infrastruktur BTS namun lonjakan trafik bisa diatasi. Kedua, sharing infrastruktur jaringan atau konsolidasi.

"Berbicara soal konsolidasi memang gampang, tapi implementasinya susah. Tahap awal untuk bangun jaringan bersama memang susah saat planning, tapi itu yang harus kita lakukan supaya bisa survive di industri ini,” jelasnya.

Presiden Director & CEO XL Axiata, Hasnul Suhaimi, juga punya pendapat yang kurang lebih sama. Dengan lonjakan trafik data sebagai sumber pendapatan masa depan, network sharing memang tak bisa dihindari lagi demi efisiensi.

"Lonjakan data ini seperti efek gunting, jaringan terus dibangun dan trafik naik terus, tapi pendapatan tetap flat. Ini salah kita juga. Karena dari awal, data cuma kita posisikan sebagai nilai tambah untuk voice dan SMS, ternyata lonjakannya tinggi," kata dia.

"Lalu bagaimana supaya kita bisa tetap efektif, ya berbagi. Kalau BTS dibangun, kapasitas tetep sama, tapi dibagi untuk berdua dan cost-nya akan turun 40%. Kalau dibagi bertiga turunnya 60%," lanjut Hasnul.

Direktur Utama Telkomsel Alex Janangkih Sinaga mengaku setuju saja jika network sharing mau diimplementasikan. Namun syaratnya, para operator yang bergabung untuk network sharing harus punya kedudukan yang setara, khususnya dari sisi jumlah infrastruktur untuk cakupan jaringan layanan.

"Di Amerika juga ada network sharing untuk LTE, tapi para pemainnya punya coverage jaringan yang sama, baru kemudian berbagi. Itu baru namanya adil," kata Alex yang juga Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI).

Ia juga mengatakan, dalam UU Telekomunikasi No. 36/1999 sudah dijelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan telekomunikasi harus berdasarkan azas manfaat, keadilan, dan kepastian hukum.

Demikian pula dalam aturan di bawahnya, seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (PM), termasuk modern licensing yang disepakati dan menjadi komitmen seluruh operator saat mengajukan lisensi.

"Semua operator memiliki kewajiban yang sama saat ijab kabul modern licensing, mereka harus bangun jaringan. Itu dulu yang perlu digarisbawahi dalam keadilan berbagi sumber daya frekuensi yang terbatas ini. Jangan sudah maju kita malah mundur lagi," tegasnya.

Lantas, bagaimana menurut Kominfo?

"Memang sulit dibantah, betapa pentingnya spirit berbagi ini. Termasuk berbagi jaringan aktif di antara dua penyelenggara jaringan. Ini belum pernah kita lakukan. Namun keadilan dalam spirit berbagi ini juga penting,” kata Muhammad Budi Setiawan, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika Kementerian Kominfo.

"Untuk sementara network sharing ini tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat kecuali aturan mainnya kita ubah, dan itu bisa dilakukan karena terkait PP dan PM. Dari regulasi kita ingatkan, ini ada beberapa halangan sebelum kita laksanakan," lanjutnya.

Dirjen juga mencontohkan, jika melihat dari penguasaan pasar lima operator jaringan 3G di Indonesia, Telkomsel menguasai market share pelanggan 42%, Indosat 16,7%, XL Axiata 15,9%, Hutchison 3 Indonesia (Tri) 5,4%, dan Axis Telekom Indonesia 2,1%.

Sementara dari jumlah infrastruktur jaringan, Telkomsel di Jakarta membangun 1.500 BTS Node B, Indosat 810 BTS Node, XL 756 BTS Node B, Tri 463 BTS Node B, dan Axis 497 BTS Node B.

Dari kelima operator itu, Telkomsel, Indosat, dan XL, sudah masuk zona merah alias minus kekurangan frekuensi jika dilihat dilihat dari kebutuhan bandwidth, pembagian dari jumlah subscriber, market share, efisiensi spektrum, number of sites, dan parameter lainnya. Sementara Tri dan Axis masih di zona hijau, alias masih surplus kelebihan spektrum di 3G.

"Dari situ bisa terlihat, siapa yang butuh dan mana yang belum. Sekarang keadilannya mau bagaimana, apakah kita samakan dulu semua, atau penuhi yang sudah lebih dulu butuh karena masuk zona merah. Ini yang perlu kita bahas bersama," pungkas Budi.


Yang saya ketahui selama ini bahwa semua operator berlomba - lomba dalam menawarkan produknya kepada konsumen untuk memilih si operator tersebut untuk di jadikan provider handphone si konsumen bahkan tidak tanggung - tanggung bahkan banyak operator yang berani bayar mahal para artis hanya untuk jadi iklan di televisi maupun media.Tetapi dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut maka operator harus pintar mencari koalisi atau berbagi jaringan dengan operator lainnya dengan adil sehingga nantinya operator tersebut tidak saling bertengkar dalam membagi hasil keuntungan dari yang diterimanya.
25-6-2013 10.41PM

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Facebook Digg Favorites More